‘Saya Tak Menyangka Akan Berhasil’ – Perjalanan Berliku Elipitua Siregar Gapai Kesuksesan MMA

Senzo Ikeda Elipitua Siregar HEAVYHITTERS 1920X1280 3.jpg

Dalam hidup, hasil indah seringkali datang dari pengorbanan terbesar, dan hal ini yang dialami oleh Elipitua Siregar yang rela meninggalkan rumah dan orang tuanya saat masih berusia 15 tahun.

Pilihan sulit itu akhirnya berbuah manis saat “The Magician” memasuki organisasi bela diri terbesar di dunia, tempatnya kembali beraksi melawan Robin Catalan dalam laga MMA di ONE 157: Petchmorakot vs. Vienot pada Jumat, 20 Mei.

Dibesarkan di Sumatra Utara sebagai putra bungsu dari sembilan bersaudara, Elipitua menyadari kedua orang tuanya bekerja keras untuk menghidupi anak-anak mereka. Namun, ia juga melihat sebuah jalur yang berbeda.

Pria berusia 26 tahun ini berkata:

“Keluarga memang kurang segala-segalanya. Semuanya serba terbatas, tetapi tidak segitunya sampai titik ekstrem. Orang tua saya petani, jadi cukup untuk makan bagi keluarga.” 

“Salah satu [faktor yang memotivasi saya] untuk pergi adalah mimpi untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Ada faktor ekonomi juga.”

Sang paman adalah pelatih gulat di Sekolah Khusus Olahraga Ragunan Jakarta, dan hal itu pun memberi kesempatan bagi Elipitua muda untuk mengambil langkah besar.

Kakaknya, Jeremy, sudah lebih dulu berlatih di akademi tersebut. Pada 2011, dengan sedikit uang yang dimilikinya, Elipitua menempuh perjalanan sejauh 2.000 kilometer dengan bus selama tiga hari tiga malam dari kota kelahirannya di Medan.

Beruntung, kenekatan tersebut membawa “The Magician” pada program gulat di sekolah itu. Setelah menunjukkan bakat luar biasa dan sukses berkompetisi di tingkatan provinsi, potensi Elipitua semakin tercium.

Ia mengatakan:

“Kebetulan, mereka sedang mencari bakat baru untuk menjadi atlet gulat. Awalnya, enggak menyangka atau berharap menjadi pegulat. Saya hanya pergi ke sana untuk menemukan kesempatan yang lebih baik. Saya pergi dari Medan ke sekolah di Jakarta dan akhirnya bekerja di sana.”

“Saya meninggalkan rumah tanpa membawa apa pun.” 

“Saat awal merantau, saya tidak otomatis masuk ke program gulat. Selama beberapa bulan pertama, Jeremy yang menanggung biaya hidup. Setelah itu, saya mendapatkan uang saku sebesar 700 ribu rupiah per bulan.”

“Itu bukanlah jumlah yang besar, tetapi saat diterima masuk ke dalam tim, saya bisa tinggal di asrama. Saya bisa berlatih, makan dan tinggal di sana, jadi jumlah itu cukup bagi saya sebagai pegangan.”

Perjalanan Sulit Namun Bermakna Menuju ONE Championship

Setelah mendapat penghasilan dari dunia gulat pada usia 15 tahun, kekhawatiran Elipitua belum berakhir.

Atlet penuh talenta ini belum pernah meninggalkan kota kelahirannya sebelumnya, dan ada masa ketika ia merasa perubahan itu nampak terlalu berat bagi dirinya.

Namun, keterbatasan finansial membuatnya sulit untuk meninggalkan ibukota untuk kembali ke kampung halaman. Sang atlet muda pun harus menjalani kehidupan barunya – keadaan yang menjadi berkah terselubung.

Ia berkata:

“Saya cukup sedih saat meninggalkan orang tua apalagi saya adalah anak terakhir. Saya selalu dekat dengan kedua orang tua saya. Dan awal berada di Jakarta, saya tak menyangka akan berhasil. Beberapa bulan pertama sangat sulit, dan hampir setiap hari saya ingin pulang.”

“Saya seringkali berpikir untuk berhenti. Saya ingin pulang, tetapi tidak memiliki uang. Saya juga punya tanggung jawab sebagai anggota tim gulat Jakarta.”

Selama beberapa tahun sebagai pegulat, mental dan fisik Elipitua semakin terasah. Hal itu memberi fondasi kuat bagi keberhasilannya bertransisi ke ranah seni bela diri campuran pada 2018.

Selain bisa menjalani karier impiannya, ia kini bisa kondisi ekonomi keluarganya di Medan.

Elipitua mendapat cobaan berat saat sang ayah meninggal empat tahun lalu. Namun, ia telah bisa hidup mandiri. Statusnya sebagai atlet ONE Championship bisa membantu perekonomian sang ibu di kampung halaman, dan saat itulah ia merasakan hasil dari pengorbanan besar yang telah ia berikan.

“The Magician” menambahkan:

“Saya melakukan semua ini demi keluarga, terutama orang tua saya karena ibu sudah tak bisa lagi bekerja. Ada kakak saya tinggal di sana untuk merawat ibu.”

“Sedikit demi sedikit, seluruh pengorbanan saya terbayarkan. Kini, saya dapat bertemu orang-orang hebat dalam dunia gulat dan di Bali MMA, dan saya dapat berlaga di organisasi besar.”

“Kondisi keluarga saya kini lebih baik, jauh lebih baik dari sebelum saya menjadi pegulat. Perbedaannya cukup besar.”

Selengkapnya di Fitur

Smilla Sundell Allycia Hellen Rodrigues ONE Fight Night 14 21 scaled
Zakaria El Jamari Ali Saldoev ONE 166 39 scaled
Sinsamut Klinmee Mouhcine Chafi ONE Fight Night 16 64 scaled
Blake Cooper Maurice Abevi ONE Fight Night 14 41 scaled
Constantin Rusu Bogdan Shumarov ONE Fight Night 12 68
Kairat Akhmetov Reece McLaren ONE Fight Night 10 12
WeiRui 1200X800
Regian Eersel Alexis Nicolas ONE Fight Night 21 12
Natalia Diachkova Chellina Chirino ONE Friday Fights 55 14
Sean Climaco
Nanami Ichikawa
Hu Yong Woo Sung Hoon ONE Fight Night 11 50