Mengapa Thanh Le Ditakdirkan Menjadi Seniman Bela Diri Elit

Thanh Le

Thanh Le telah menunggu kesempatan untuk membuktikan dirinya di atas panggung bela diri terbesar di dunia.

Atlet featherweight berusia 33 tahun ini telah menghibur banyak penggemar beratnya di Amerika Serikat sebagai seorang striker yang memiliki berbagai teknik luar biasa dalam arsenalnya dan tingkat penyelesaian 100 persen, namun ia sangat ingin menguji dirinya melawan para seniman bela diri campuran terbaik dunia.

Ia akhirnya akan mendapatkan kesempatan tersebut sebagai salah satu pria yang ada dalam daftar utama atlet ONE Championship hari Jumat, 3 Mei nanti.

Di ajang ONE: FOR HONOR, atlet asal AS ini akan mencetak debutnya dalam sebuah laga melawan atlet kuat Rusia Yusup Saadulaev.

Jelang kontes yang sangat ditunggu di Istora Senayan, Jakarta, Le menjelaskan mengapa ia memang ditakdirkan untuk menjalani kehidupan dalam dunia bela diri.

Bisnis Keluarga

Ayah Le pindah dari Vietnam dan bertemu dengan ibunya di Kentucky. Anak mereka ini lahir di kota kecil bernama Owensboro, sebelum keluarga itu pindah ke New Orleans, Louisiana saat ia berusia 5 tahun – ketika Le Sr. mendapatkan pekerjaan sebagai pemasang pipa di sebuah kilang minyak.

Di luar pekerjaannya, ayah Le juga adalah praktisi taekwondo. Ia memulai latihannya saat berusia 8 tahun di tanah kelahirannya. Akhirnya, ia membuka sekolah bernama Moon College Taekwondo, dimana ia masih mengajar sampai saat ini.

Ia menurunkan kemampuannya pada keturunannya ini segera setelah anaknya itu dapat berjalan, dan Le menerimanya dengan sempurna.

“Saya menghabiskan masa kecil saya di sekolah bela diri dan bepergian untuk mengikuti turnamen,” kata Le.

“Kami memiliki keluarga yang hebat dan sebuah sekolah bela diri, jadi bertumbuh besar di sana sangatlah baik – menjauhkan saya dari masalah, menjauhkan saya dari jalanan, serta melakukan beberapa hal yang sangat menyenangkan yang saya cintai setiap harinya.”

“Itu akan menjadi luar biasa menyenangkan untuk bertumbuh dewasa dalam lingkungan yang sangat suportif seperti itu, serta dapat bersinar dan menunjukkan apa yang telah saya pelajari.”

Keputusan Tak Masuk Akal

Walau Le bertumbuh dewasa dengan mempelajari taekwondo bersama saudara lelakinya, ia tidak pernah mengira bahwa dirinya akan menggunakan kemampuannya itu untuk mencari nafkah bagi keluarganya.

Ia terus berlatih dan tetap tajam selama masa remajanya, dimana segala sesuatu yang dipelajarinya menjadi platform untuk masuk ke dalam dunia bela diri campuran setelah ia mengunjungi ajang lokal di Louisiana saat ia berusia 26 tahun.

Saat itu, Le memiliki pekerjaan penuh waktu, namun sebuah keputusan singkat akan membawanya ke dalam karier yang baru.

“Itu adalah kisah yang tak masuk akal,” kata Le. “Kami pergi dan melihat beberapa laga lokal dan saya bersama sahabat saya, Carlos Vera, berkata seperti, ‘Ini nampak keren, saya kira kita harus mencobanya’.”

“Maka, kami berdua akhirnya mengambil sebuah laga dua atau tiga bulan setelah itu. Kami mengetahui bahwa kami harus melatih olahraga lainnya – tinju, jiu-jitsu, gulat, dan segala sesuatu yang lain – namun kami mengambil laga tanpa seluruh pelatihan tambahan itu.”

“Kami hanya menjadi sedikit tak masuk akal dan memutuskan untuk melakukannya, dimana itu merubah kehidupan saya.”

Anda Tidak Mengetahui Apa Yang Anda Miliki Sampai Itu Hilang

Dalam waktu tujuh tahun setelah Le mendedikasikan kehidupannya untuk menjadi seorang atlet, ia harus mengatasi pergolakan, baik dalam dunia profesional maupun kehidupan pribadinya.

Di rumah, ia harus bertahan melalui sebuah perceraian yang menyakitkan, yang menjadi lebih sulit karena anaknya yang baru berusia 10 tahun. Namun, ia mengatakan bahwa dirinya dan mantan istrinya masih bekerjasama untuk mendukung anak mereka.

Dalam kariernya, Le harus memerangi berbagai cedera yang melandanya selama beberapa tahun terakhir, namun tidak ada yang lebih parah dari apa yang dideritanya pada tahun 2014.

Di sebuah pertukaran serangan awal dalam laga utama pada sebuah ajang di Baton Rouge, Louisiana, ia terkena pukulan yang mematahkan rahangnya di dua titik. Entah bagaimana, Le menahan rasa sakitnya untuk mencetak KO mengejutkan pada ronde pertama, namun cedera yang dialaminya menyebabkan dirinya harus mundur dari arena selama lebih dari satu tahun.

Namun, jika ada salah satu hal positif yang datang dari saat-saat dirinya berada di pinggir arena, Le menyadari bahwa seni bela diri campuran tidak hanya akan menjadi sebuah hobi bagi dirinya. Ia ingin menjadikannya sebuah karier.

“Sulit untuk tak dapat berlatih, tak dapat berbicara, mendapatkan rahang anda tertutup rapat, makan lewat sedotan, serta tak dapat melakukan apa yang anda suka setiap hari – terutama jika anda memiliki gaya hidup yang sangat sibuk, riuh dan aktif,” kata Le.

“Itu sulit, secara mental dan fisik, hanya untuk duduk di sofa.”

“Bangkit kembali dari hal itu adalah sebuah babak dalam hidup saya yang sangat saya sukai, karena itu menunjukkan pada saya bahwa saya sangat ingin melakukan olahraga ini dan saya sangat mencintai hal ini. Itu sangat terasa saat anda melewati hal itu dan menyadari bahwa anda mencintai hal ini dan sangat ingin melakukan ini setiap hari.”

Meraih Puncak

Saat ia kembali berkompetisi, Le mencetak empat KO lainnya secara beruntun dan memenangkan gelar Kejuaraan LFA Featherweight, yang memberinya tiket masuk ke ONE Championship.

Kini, saat ia berada bersama organisasi bela diri terbesar di dunia, ia mengincar puncak dari olahraga ini – ia berencana memenangkan gelar Juara Dunia ONE Featherweight.

“Saya merasa tidak sebanding untuk menjalani olahraga ini dengan hanya tetap berada di barisan terbawah. Jika anda berpikir anda dapat mencapai sesuatu dengan ini, anda ingin menjadi yang terbaik,” katanya.

“Itulah tujuan sebenarnya dari seni bela diri – untuk melihat potensi anda sebenarnya, untuk menjadi seniman bela diri terbaik yang ada. Itu sangat penting. Saya menginginkan kompetitor terberat.”

Perwakilan 50/50 dan MidCity MMA ini mendapatkan keinginannya dengan melawan Saadulaev dalam debutnya. Di Jakarta, pada ajang ONE: FOR HONOR, ia siap menampilkan kemampuannya untuk menaklukkan rival Rusia tersebut dan melangkah menuju sabuk emas.

“Itulah mengapa saya datang ke ONE. Saya ingin membuktikan tingkatan kemampuan saya dan bahwa saya mampu menjadi yang terbaik di dunia,” tambahnya.

Selengkapnya di Fitur

Sinsamut Klinmee Mouhcine Chafi ONE Fight Night 16 64 scaled
Blake Cooper Maurice Abevi ONE Fight Night 14 41 scaled
Constantin Rusu Bogdan Shumarov ONE Fight Night 12 68
Kairat Akhmetov Reece McLaren ONE Fight Night 10 12
WeiRui 1200X800
Regian Eersel Alexis Nicolas ONE Fight Night 21 12
Natalia Diachkova Chellina Chirino ONE Friday Fights 55 14
Sean Climaco
Nanami Ichikawa
Hu Yong Woo Sung Hoon ONE Fight Night 11 50
WeiRui 1200X800
Smilla Sundell Allycia Hellen Rodrigues ONE Fight Night 14 20 scaled