Daya Juang Kesatria Membawa Adriano Moraes Pada Kejayaan

Adriano Moraes DC 5191

Adriano “Mikinho” Moraes berhasil mengatasi berbagai kesulitan dalam kisah hidupnya sebagai anak sebatang kara hingga mampu berada dalam puncak karier seni bela diri.

Atlet asal Brasil ini harus melewati sebuah tragedi yang membekas dalam hidupnya, namun seiring bertambahnya usia, ia terus mencoba berada dalam jalur yang benar dalam kehidupannya berkat nilai-nilai seni bela diri. Melalui talenta luar biasa yang diimbangi dengan kerja keras dan determinasi tinggi, ia meraih tempat tertinggi dengan menjadi Juara Dunia ONE Flyweight.

Kini, setelah memecahkan rekor dengan tiga kali memenangi sabuk emas itu, Moraes dijadwalkan mempertahankan sabuknya menghadapi Juara ONE Flyweight World Grand Prix dan ikon seni bela diri campuran Demetrious “Mighty Mouse” Johnson dalam ajang ONE INFINITY 1.

Jelang laga terbesar dalam kariernya ini, “Mikinho” bercerita tentang hidup dan perjalanan kariernya yang tak selalu mulus namun membantunya mengatasi berbagai rintangan.

Diselamatkan Dari Kehidupan Jalanan Keras Di Brasil

Adriano_Moraes_25_07_2016_childhood_photos_7.jpg

Kehidupan Moraes penuh dengan masa sulit. Beberapa hari setelah dilahirkan, ia ditelantarkan di jalanan di Brasilia, ibukota Brasil. 

Untungnya, ada seseorang yang menemukan Moraes kecil dan menaruhnya di sebuah panti asuhan – yang menaunginya hingga ia berusia 3 tahun. Lalu, sebuah perubahan kembali menghiasi kehidupannya. Ia diadopsi oleh seorang wanita yang kini dipanggilnya dengan nama ibu, Mirtes Moraes, yang membantunya menjalani hidup.

“Beliau berarti segalanya bagi saya. Dia adalah idola saya,” tutur Moraes. “Saya melakukan segalanya untuknya, dan terus melakukan segalanya demi dia, demi cintanya.”

Mirtes Moraes membekali anaknya dengan dukungan yang ia butuhkan untuk bertahan dan terus berjuang, meski kadang hidup tak selamanya indah. Hal itu termasuk dukungan dalam mempelajari renang dan seni bela diri, dimana Moraes kecil mulai mempelajari judo dan capoeira.

Meski rutin berlatih bela diri, hal itu tidak otomatis membuatnya terlepas dari masalah. Moraes muda hampir terbawa pada kehidupan jalanan, namun keadaan itu tak bertahan lama. Setelah kekalahan dalam sebuah perkelahian jalanan, ia menyadari bahwa jalan hidup tersebut bukan yang terbaik baginya. Ia pun termotivasi untuk semakin meningkatkan ilmu bela dirinya.

Seorang temannya, Gildasio Ferreira – yang memegang sabuk ungu Brazilian Jiu-Jitsu – mengajaknya untuk berlatih di sasana miliknya, dan disitulah ia memulai jalan menuju kesuksesan.

Pengabdian Pada Seni Bela Diri

Adriano_Moraes_25_07_2016_childhood_photos_2.jpg

Moraes mulai berlatih BJJ bersama sasana Constrictor Team di bawah asuhan Eric Medeiros dan Ataíde Junior.

“Constrictor Team membuka mata saya tentang jiu-jitsu. Hal itu memberi saya lebih banyak tanggung jawab, kedisiplinan dan kehormatan,” tuturnya.

“Saya dapat memberi kepedulian lebih pada orang lain, memiliki pendidikan lebih dan mampu menemukan keseimbangan dalam hal hidup dan pikiran.”

Meski “Mikinho” mengakui bakatnya tidak semerta-merta datang dari langit – bahkan mengakui bahwa awalnya tidak menyukai BJJ – ia akhirnya menemukan sesuatu yang ia fokuskan. Tak perlu waktu lama, ia mampu menciptakan kemajuan hebat – dimana ia terus merangkak naik tingkat dalam BJJ dan mengembangkan keterampilan yang membawanya melangkah lebih jauh.

Semua pelatihnya nampak mendukung atlet muda ini. Medeiros menempatkannya dalam berbagai kompetisi sehingga ia dapat dikenal sebagai salah satu kompetitor paling elit. Moraes memenangi Kejuaraan NAGA No-Gi Pro Division pada tahun 2014 dan meraih sabuk hitam BJJ pada tahun berikutnya.

“Saya terus mencoba, dan mencoba, dimana dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk mengerti jiu-jitsu – karena memang sulit,” jelasnya. “Beberapa orang dapat belajar dengan cepat, namun bagi saya itu sulit. Saya perlu waktu.”

Dalam kurun waktu tersebut, “Mikinho” juga berlatih tinju dan Muay Thai dengan harapan dapat berlaga dalam ranah bela diri campuran.

Ia menjalani debutnya pada bulan September 2011 dan mencetak kemenangan melalui kuncian. Ia pun memenangkan delapan laga berikut sebelum bergabung dengan ONE Championship di bulan November 2013.

Dalam satu tahun, ia telah mengalahkan Geje “Gravity” Eustaquio melalui teknik guillotine choke pada ronde kedua demi gelar Juara Dunia ONE Flyweight perdana, dalam laga utama ajang ONE: RISE OF THE KINGDOM di Phnom Penh, Kamboja. Atlet Brasil ini akhirnya dapat mencapai titik dimana ia menciptakan warisannya sendiri.

Masa Sulit Di Puncak

Meski sempat memperpanjang kejayaannya dalam divisi flyweight melalui kemenangan atas Riku Shibuya, gelarnya harus berakhir saat berhadapan dengan Kairat “The Kazakh” Akhmetov, yang saat itu memiliki rekor sempurna 22-0, lewat keputusan terbelah, atau split decision, di bulan November 2015.

Kekalahan itu adalah yang kedua dalam 15 kontes profesional yang dijalaninya, namun “Mikinho” memutuskan untuk melakukan perubahan besar demi membawa karier dan kemampuannya pada level berikutnya.

Dengan keinginan untuk keluar dari tekanan ekonomi di Brasil, meski tak mudah meninggalkan tim, teman-teman dan keluarganya – terutama sang ibunda – ia melakukan yang terbaik bagi kariernya dengan terbang ke Amerika Serikat untuk berlatih di American Top Team. Di sana, ia berkembang sebagai seniman bela diri dan pria dewasa.

“Saya memiliki kesempatan untuk pindah ke Florida, dan saya menyukainya,” tuturnya.

“Saya senang bergabung dengan keluarga American Top Team. Semuanya menerima saya dengan baik dan saya hanya menikmati kesempatan ini.”

Keputusan yang merubah hidupnya itu segera terbayar. Moraes nampak mengalami perkembangan dalam tiap laga berikutnya. Awalnya, ia mencetak submission atas Eugene Toquero, kemudian memaksa Tilek Batyrov untuk tap out dan merebut gelar Juara Dunia Interim ONE Flyweight pada bulan Agustus 2016.

Satu tahun kemudian, “Mikinho” akhirnya dijadwalkan menghadapi atlet yang telah melengserkannya dari posisi Juara Dunia. Dalam laga keduanya melawan Akhmetov, Moraes jauh lebih baik dalam tiap aspek permainan itu dan meraih keputusan mutlak dari para juri. Ia menggabungkan dua sabuk divisi flyweight itu dan meraih kembali posisinya sebagai Juara Dunia ONE Flyweight tak terbantahkan.

“Kairat Akhmetov adalah salah satu atlet flyweight terbaik dunia, dan saya teringat saya sangat emosional saat merebut kembali sabuk saya,” katanya.

“Saya mempelajari bahwa saya dapat jatuh berkali-kali, namun saya bangkit dan kembali bertarung… Semangat pantang menyerah itu tidak hanya tentang laga, namun terkait segala sesuatu dalam hidup.”

Atlet Flyweight Tersukses Dalam Sejarah ONE

Tiga bulan setelah ia merebut kembali sabuk emas, Moraes kembali masuk ke dalam Circle untuk mengalahkan atlet Filipina Danny Kingad pada bulan November 2017 dan mencetak kesuksesan perdana dalam mempertahankan sabuknya, namun itulah akhir dari kejayaannya saat itu.

“Mikinho” harus kehilangan sabuknya sekali lagi saat Eustaquio memenangkan laga ulang mereka dengan sebuah keputusan terbelah, atau split decision, yang sangat tipis pada tahun berikutnya. Namun, tidak butuh waktu lama bagi atlet Brasil ini untuk menunjukkan kemampuannya demi mencari penebusan sekali lagi.

“Anda tahu, saya tidak percaya pada saat itu, karena saya yakin saya melakukan pekerjaan yang baik melawannya pada laga kedua kami,” kenang Moraes.

“Saat para juri mengangkat tangannya, saya tidak mempercayai itu, namun saya segera menerima laga ulang dan saya melakukannya lagi. Saya hanya masuk dan melakukan tugas saya. Saya mengerjakan pekerjaan saya. Saya memiliki lima ronde yang sangat baik melawannya dan para juri memberi saya keputusan mutlak. Saya merasa sangat baik – itu sangat luar biasa.”

Dengan terbang ke tanah kelahiran “Gravity” untuk mengalahkan atlet Filipina itu di depan para penggemarnya, Moraes mengakhiri trilogi perdana dalam sejarah ONE dengan sabuk emas di pundaknya, memulai sebuah era kejayaan ketiga dengan sabuk emas ditangannya, serta membawanya ke laga Juara Dunia melawan Juara Dunia dengan “Mighty Mouse.”

Kesuksesan atlet berusia 31 tahun ini membuatnya menjadi salah satu kompetitor terbaik ONE, namun uyang membuatnya sangat spesial adalah determinasi dalam menggunakan kesuksesannya demi membantu orang lain – termasuk anak-anak di bawah garis kemiskinan yang dibantunya melalui proyek sosial BJJ-nya.

“Yang paling berharga dari bela diri campuran adalah apa yang anda lakukan bagi dunia. Ini adalah tentang apa yang anda pelajari dan apa yang anda teruskan,” tambah “Mikinho.”

“Ini adalah apa yang anda rasakan, apa yang anda lakukan dan apa yang anda terima. Ini semua tentang keseimbangan. Anda menjadi orang yang lebih baik bagi dunia, bagi orang lain, dan bagi diri anda sendiri. Anda dapat melakukan hal-hal hebat, dan seni bela diri membantu anda melakukan itu semua.”

Baca juga: Demetrious Johnson Ungkap Tujuan Terbesarnya Pada Tahun 2020

Selengkapnya di Fitur

Smilla Sundell Allycia Hellen Rodrigues ONE Fight Night 14 21 scaled
Zakaria El Jamari Ali Saldoev ONE 166 39 scaled
Sinsamut Klinmee Mouhcine Chafi ONE Fight Night 16 64 scaled
Blake Cooper Maurice Abevi ONE Fight Night 14 41 scaled
Constantin Rusu Bogdan Shumarov ONE Fight Night 12 68
Kairat Akhmetov Reece McLaren ONE Fight Night 10 12
WeiRui 1200X800
Regian Eersel Alexis Nicolas ONE Fight Night 21 12
Natalia Diachkova Chellina Chirino ONE Friday Fights 55 14
Sean Climaco
Nanami Ichikawa
Hu Yong Woo Sung Hoon ONE Fight Night 11 50