Bagaimana Kulabdam Sor. Jor. Piek Uthai Menjadi Bintang Muay Thai

Kulabdam Sor Jor Piek Uthai will make his ONE Muay Thai debut against Bobo Sacko at ONE: IMMORTAL TRIUMPH

Atlet kidal yang luar biasa kuat, “Left Meteorite” Kulabdam Sor. Jor, Piek Uthai akan tampil untuk pertama kalinya bersama ONE Championship pada hari Jumat, 6 September.

Pria dari Surin, Thailand ini menjadi salah satu atlet tersukses dan sangat memukau dalam disiplin Muay Thai di negaranya beberapa tahun ini, dimana penggemar seni bela diri akan melihat alasannya saat dirinya menghadapi Bobo “The Panther” Sacko di laga bantamweight dalam ajang ONE: IMMORTAL TRIUMPH.

Sebelum memasuki ring di Phu Indoor Stadium di Ho Chi Minh City, Vietnam, mari kita lihat bagaimana sang atlet berusia 20 tahun ini mengatasi kemiskinan dan menjadi bintang di panggung dunia.

Anak Desa

https://www.facebook.com/photo.php?fbid=2104371596451987&set=a.1409576325931521&type=3

Lahir dan dibesarkan di pedesaan bagian timur laut Thailand, Kulabdam tinggal jauh dari ibu kota negaranya.

Saat Bangkok menikmati perkembangan ekonomi yang pesat, jalan tol dan sistem transit yang akan dipercepat, atlet muda ini mengais rezeki dengan keluarganya.

Orangtuanya adalah petani beras yang bergantung dengan air hujan untuk mengairi sawah mereka. Selama beberapa tahun, hasil sawah ini akan cukup menunjang keluarga beranggota tujuh, tapi ada saatnya dimana mereka tidak begitu beruntung.

“Masa kecil saya sangat sulit untuk kami. Kami semua sangat miskin,” katanya.

Tanpa memiliki pekerjaan lain, orangtua Kulabdam terpaksa berjuang sangat keras untuk menghidupi kelima anak-anaknya, namun ia masih teringat akan semua hal yang menyenangkan dalam masa kecilnya.

“Saya ingat bersepeda ke sekolah dengan adik saya. Di waktu bebas kami, kita sangat senang memancing,” jelasnya.

Pertemuan Yang Membawa Keberuntungan

สู้เพื่ออนาคตสู้เพื่อรอยยิ้มและความสุขของทุกคนครับ

Posted by โค้ช บ้านนอก เทรนเนอร์ บ้านนอก on Friday, November 9, 2018

Kulabdam diperkenalkan dengan disiplin Muay Thai dalam perayaan di sebuah kuil lokal.

“Saya ingat menonton seorang anak kecil dari desa saya bertanding. Saat kita sampai rumah, saya meminta ayah saya untuk mengizinkan saya bertanding,” jelasnya.

“Saya pikir itu terlihat menyenangkan, dan saya hanya ingin mencoba. Awalnya, ayah saya tidak ingin saya untuk ikut berlaga, [karena] ia khawatir saya terluka. Tapi saya keras kepala. Pada akhirnya, ia mengizinkan saya.”

Bertumbuh di Surin, dimana kebanyakan penduduknya hidup dalam kemiskinan dan menjadi petani, menciptakan kesulitan tersendiri untuk menemukan sebuah sasana yang berfungsi dengan baik.

Walaupun tempat Kulabdam, yang saat itu berusia 8 tahun, mempelajari Muay Thai untuk pertama kalinya sangatlah sederhana, hal itu mempersiapkan dirinya untuk kompetisi.

“Ayah saya memiliki teman yang mengajarkan beberapa anak di rumahnya. Dia bukan seorang atlet yang terkenal, tapi ia  sangat menyukai olahraga ini,” tambahnya.

“Kita semua berlatih seadanya, dengan beberapa kantong [pasir] yang digantung diatas pohon. Kita berlatih diatas tanah, dan juga tidak memiliki ring.”

Seperti dalam budaya Thailand, tidak ada masa percobaan bagi anak yang besar di Surin ini. Setelah hanya satu bulan berlatih seadanya, Kulabdam diarahkan ke ring untuk menjalani laga pertama.

“Setelah bertanding, saya hanya berpikir ini sangat menyenangkan. Saya menang dan menerima 150 baht (sekitar Rp70.000).”

Titik Tertinggi Dan Terendah

https://www.facebook.com/photo.php?fbid=2266091810279964&set=a.1409576325931521&type=3

Menginjak usianya yang ke-13, kesuksesan Kulabdam di dalam ring membuatnya berpikir untuk menjadikan olahraga ini sebagai karir profesionalnya.

Ia menerima pendapatan lebih, dan dapat menggunakannya untuk membantu dirinya dan keluarga. Namun, tidak lama kemudian, setelah berkeliling Isaan – yang menjadi jantung untuk laga Muay Thai di Thailand – untuk menjalani empat sampai  lima laga dalam sebulan, ia mulai kehilangan semangat dan fokusnya.

“Saya tidak mau bertanding dan nyaris tidak pernah berlatih. Saya hanya ingin bermain dengan semua teman saya. Saya mengalami lima kekalahan beruntun dan melihat hidup saya mulai hancur,” katanya.

Untungnya bagi Kulabdam, ayahnya menegurnya pada saat yang tepat. Melalui koneksi ayahnya, Kulabdam yang saat itu berusia 15 tahun di kirim untuk berlatih dibawah juara tinju Olympic Somrak Kamsing, yang juga adalah seorang nak muay, atau atlet Muay Thai, yang sukses.

Namun, kesempatan berlatih dengan salah satu pahlawan olah raga Thailand ini tidak cukup mengatasi tekanan kehidupan di Bangkok.

“Bangkok itu sangat kacau, dan jadwal yang saya miliki terlalu terstruktur. Ini adalah sebuah perubahan besar dan saya tidak bahagia,” katanya.

“Saya ingin pulang, tapi dijadwalkan bertanding di Lumpinee Stadium. Bertanding disana adalah mimpi saya, dan saya berlatih dengan keras sebelum memenangkan laga dengan KO. Tepat setelah pertandingan, saya pulang. Somrak memanggil saya kembali, tapi saya mengatakan bahwa saya tidak bisa tinggal di Bangkok.”

Melihat potensi muridnya yang satu ini, Somrak menemukan pilihan alternatif. Dia memberi Kulabdam satu kesempatan untuk berlatih di Sor. Jor. Piek Uthai, yang terletak di provinsi Uthai Thani.

Kesuksesan Di Skala Global

https://www.facebook.com/1991590161083843/photos/a.2030878403821685/2272233966352793/?type=3

 

Kembali ke lingkungan pedesaan membuat karir “Left Meteorite” kembali bangkit. Walaupun ia senang tinggal di desanya, ambisinya masih berada di ibu kota, dan ia kini berubah menjadi sangat serius dalam mencapai impiannya.

“Saya membuat tujuan yang harus saya capai. Saya ingin berlaga di Channel 7 – ini mimpi saya [yang baru],” katanya.

Dengan semangat yang membara dalam dirinya, serta sasana yang dilengkapi fasilitas untuk membawanya maju, karir sang atlet remaja ini pun berkembang. Tahun 2016, namanya menjadi terkenal setelah memenangkan berbagai laga melalui KO di Channel 7 Stadium – kebanyakan dengan tangan kirinya yang kuat.

Ia lalu memenangkan penghargaan terbesar di Thailand pada tahun 2017, yaitu “Sports Writers Award,” dan merebut sabuk emas kedua di Lumpinee satu tahun setelah itu, serta gelar Juara Thailand.

Hanya beberapa atlet yang dapat menyamai kesuksesannya di dalam disiplin yang sama beberapa tahun belakangan ini, dimana kenyataan tersebut membuat Kulabdam menjadi seorang tambahan yang sempurna dalam divisi bantamweight di “The Home Of Martial Arts,” dimana ia senang mendapatkan kesempatan untuk berlaga dalam ajang ONE: IMMORTAL TRIUMPH.

“Saya sangat senang dapat bertanding di ONE. Saya sangat menanti kesempatan ini sejak lama,” katanya.

Ho Chi Minh | 6 September | 17:30 WIB | ONE: IMMORTAL TRIUMPH | TV: Simak daftar tayangan lokal untuk siaran global | Tiket:http://bit.ly/oneimmortal19

Selengkapnya di Fitur

Smilla Sundell Allycia Hellen Rodrigues ONE Fight Night 14 21 scaled
Zakaria El Jamari Ali Saldoev ONE 166 39 scaled
Sinsamut Klinmee Mouhcine Chafi ONE Fight Night 16 64 scaled
Blake Cooper Maurice Abevi ONE Fight Night 14 41 scaled
Constantin Rusu Bogdan Shumarov ONE Fight Night 12 68
Kairat Akhmetov Reece McLaren ONE Fight Night 10 12
WeiRui 1200X800
Regian Eersel Alexis Nicolas ONE Fight Night 21 12
Natalia Diachkova Chellina Chirino ONE Friday Fights 55 14
Sean Climaco
Nanami Ichikawa
Hu Yong Woo Sung Hoon ONE Fight Night 11 50