Seni Bela Diri Memberi Kehidupan Baru Bagi Iuri Lapicus

Iuri Lapicus defeats Marat Gafurov ONE WARRIORS CODE DC 1327

Saat Iuri Lapicus melewati pengalaman terberat dalam kehidupannya sebagai remaja imigran di Italia, seni bela diri membantunya menemukan jalan hidup yang baru.

Hampir satu dekade setelahnya, pria Moldova ini bertumbuh pesat di Milan bersama salah satu tim yang paling disegani di dunia – dimana ia juga menjadi salah satu bintang baru yang naik dengan sangat cepat dalam divisi lightweight ONE Championship.

Berikutnya, pria kelahiran 25 tahun silam ini akan berusaha meraih kemenangan terbesar dalam karier bela diri campurannya saat menghadapi seorang legenda dari Amerika Serikat, Eddie “The Underground King” Alvarez dalam laga pendukung utama (co-main event) “ONE on TNT I,” yang disiarkan secara langsung pada Kamis, 8 April, di jam tayang utama AS.

Sebelum aksi kolosal ini berlangsung, mari kita kembali melihat masa-masa sulit di Italia itu, bagaimana Lapicus memasuki olahraga tarung, serta perjalanan yang membawanya memasuki organisasi bela diri terbesar di dunia ini.

Dari Moldova Ke Italia

Christian Lee fights Iuri Lapicus at ONE: INSIDE THE MATRIX on Friday, 30 October

Lapicus lahir di Gura Bicului, Republik Moldova, dimana ia tinggal bersama kedua orang tua dan kakak lelakinya, Marcin.

Negara Eropa Timur yang dahulu menjadi bagian dari Uni Soviet ini sekarang dikenal sebagai negara penghasil minuman anggur. Tetapi, Lapicus menikmati masa kecilnya besar di pedesaan.

“Saya memiliki kenangan manis tentang masa kecil saya, hidup bersama alam dan hewan yang ada di dalamnya,” kenangnya.

“Kehidupan di Moldova itu mudah dan menyenangkan. Pada musim panas, kami terbiasa bermain seharian di sungai, terkadang sampai lupa makan. Di musim gugur, kami membantu ayah untuk menanam anggur yang akan digunakan untuk memproduksi minuman. Di musim dingin, ada salju pun turun dan kami bermain sepanjang hari, tak peduli seberapa dingin.”

Moldova juga menjadi tempat dimana Lapicus pertama kali berkenalan dengan seni bela diri, dimana ia mulai berlatih judo pada usia 9 tahun. Namun kekurangan biaya untuk membeli peralatan yang layak hanya berarti kelasnya harus berlatih di lantai kayu yang keras.

Faktanya, uang menjadi sesuatu yang langka di negara ini – dimana Moldova memiliki pendapatan per kapita terendah di Eropa – maka saat atlet muda ini berusia 15 tahun, kedua orang tuanya memindahkan keluarga mereka ke Italia untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Gairah Dalam MMA

Iurie Lapicus faces Shannon Wiratchai in Singapore

Walau Lapicus tiba di negeri yang sarat dengan kesempatan baru, tahun-tahun pertama terasa sangat sulit. Beruntungnya, remaja ini mampu beradaptasi dengan cepat.

“Kesulitan terberat yang saya hadapi ialah integrasi. Menjadi remaja di negara baru, tidak mampu berbicara bahasa setempat, itu sangat sulit,” kenangnya.

“Dalam proses ini, olahraga dan seni bela diri secara khusus banyak membantu saya. Olahraga kontak langsung, pada umumnya, adalah cara yang sangat efektif untuk melepaskan tekanan dengan benar, serta juga membantu saya menerapkan disiplin dan keyakinan diri.”

Kedatangannya di Italia tak hanya memperbaharui ketertarikan terhadap seni bela diri, namun juga membuka matanya pada dunia kompetisi yang akan membentuk hidupnya.

“Kala itu, teman sekelas saya memperkenalkan seni bela diri campuran,” tambah lapicus.

“Dia mengajak saya untuk pergi ke sasananya dan itu terasa seperti jatuh cinta pada pandangan pertama. Saya menjadi lebih penasaran tentang disiplin bela diri yang lain, serta memutuskan untuk menjadi seniman bela diri berkemampuan lengkap.”

Lapicus memulai olahraga barunya itu dengan ide yang sangat baik tentang grappling, yang memberinya dasar yang solid untuk kemampuan lengkapnya saat ini.

Dan setelah mendedikasikan diri dalam kurun waktu yang tak terhitung guna mengembangkan kemampuan, tak mengherankan bahwa petarung berbakat ini meraih kemenangan dalam debut profesionalnya melalui submisison ronde pertama, di tahun 2014.



Pengaruh Ikonik

Saat atlet asal Moldova ini terus mengembangkan kemampuannya, dia mendapatkan dua mentor yang ada di puncak disiplin striking – superstar kickboxing Giorgio “The Doctor” Petrosyan dan kakaknya, Armen Petrosyan.

“Mereka adalah juara yang hebat, tetapi juga manusia yang spesial. Mereka banyak membantu saya di dalam mau pun di luar ring. Mereka menjadi keluarga bagi saya,” jelas Lapicus.

“Pelajaran terbesar yang mereka berikan adalah bahwa apa pun tujuan atau kesuksesan profesional yang anda raih, anda harus tetap rendah hati. Tanpa pengorbanan dan kegigihan, tak mungkin anda meraih kesuksesan dalam bidang apa pun.”

Pengetahuan yang diturunkan kedua Juara Dunia Kickboxing pada anak didik mereka di Team Petrosyan ini membantu Lapicus untuk berkembang menjadi kompetitor berkemampuan lengkap yang berbahaya dalam tiap aspek pertandingan.

Dalam empat tahun pertama dari karier profesionalnya, Lapicus membangun rekor luar biasa di sirkuit Italia, memenangkan ke-12 laganya melalui penyelesaian ronde pertama – lewat empat KO dan delapan submission.

Sebagai bintang baru yang paling gemilang di negaranya, ia memastikan tiketnya untuk memasuki tingkatan tertinggi.

Masa Depan Di Panggung Dunia

 

Lapicus pun membawa kesuksesan itu ke atas panggung dunia.

Dia menjalani debutnya bersama ONE Championship pada tahun 2019, di ONE: ENTER THE DRAGON, melawan atlet Thailand Shannon “OneShin” Wiratchai.

Walau dia menghadapi pencetak KO tangguh dan salah satu atlet lightweight yang paling berpengalaman dalam organisasi ini, pria Moldova itu mendominasi laga dan mempertahankan tingkat penyelesaian 100 persen yang ia miliki, dengan kemenangan melalui rear-naked choke di ronde ketiga.

Kemenangan itu sekejap menjadikannya pemain kuat dalam divisi ini, dimana ia pun tampil lebih impresif dalam laga berikutnya. Lapicus mengalahkan mantan Juara Dunia ONE Featherweight Marat “Cobra” Gafurov dalam 67 detik, serta menjadi petarung pertama yang dapat mencetak submission atas lawannya itu.

Fakta ini membawa Lapicus memasuki perebutan gelar Juara Dunia ONE Lightweight melawan sang penguasa divisi, Christian “The Warrior” Lee. Walau ia mengejutkan atlet keturunan Singapura-Amerika itu di awal laga, Lapicus belum mampu merebut sabuk emas dari rivalnya malam itu.

Jelas, pria asal Moldova ini memang kecewa, namun kekalahan itu hanya memanaskan semangatnya.

“Tentu saja, kekalahan itu berat karena saya berharap untuk memenangkan gelar, namun itulah hidup,” kata Lapicus. “Terkadang anda menang, terkadang anda kalah. Sekarang, saya harus menjalani langkah demi langkah, dan saya terfokus pada persiapan untuk laga berikutnya.”

Dalam laga berikutnya itu, ia akan menghadapi Alvarez dalam bagian pertama dari rangkaian gelaran “ONE on TNT.”

Rivalnya asal AS itu adalah ikon olahraga ini, yang telah berkompetisi di seluruh dunia dan merebut gelar Kejuaraan Dunia Lightweight dalam dua organisasi terbesar di Amerika Utara.

Lapicus mengikuti karier Alvarez saat ia sedang mengembangkan kemampuannya sebagai atlet muda di Italia, namun itu tak berarti perwakilan Team Petrosyan ini akan tertegun saat berlaga.

Sebaliknya, pria asal Moldova ini berencana membuat pernyataan besar di panggung termegah itu.

“Eddie adalah salah satu nama terbesar, seorang legenda. Saya tumbuh besar menyaksikan pertarungannya,” pungkas Lapicus. “Namun saya yakin bahwa kali ini, saya akan menjadi pria yang mengakhiri kariernya, dan saya akan menghentikannya pada 7 April nanti.”

Baca juga: Eddie Alvarez Ingin Membawa Dirinya Dan ONE Ke Tingkatan Baru

Selengkapnya di Fitur

Sinsamut Klinmee Mouhcine Chafi ONE Fight Night 16 64 scaled
Blake Cooper Maurice Abevi ONE Fight Night 14 41 scaled
Constantin Rusu Bogdan Shumarov ONE Fight Night 12 68
Kairat Akhmetov Reece McLaren ONE Fight Night 10 12
WeiRui 1200X800
Regian Eersel Alexis Nicolas ONE Fight Night 21 12
Natalia Diachkova Chellina Chirino ONE Friday Fights 55 14
Sean Climaco
Nanami Ichikawa
Hu Yong Woo Sung Hoon ONE Fight Night 11 50
WeiRui 1200X800
Smilla Sundell Allycia Hellen Rodrigues ONE Fight Night 14 20 scaled