‘Saya Dibesarkan Untuk Pertarungan’ – Ben Tynan Rinci Perjalanannya Menuju Puncak Dunia MMA

Ben Tynan Kang Ji Won ONE Fight Night 16 80 scaled

Ben “Vanilla Thunder” Tynan berencana menjadi bintang besar terbaru dalam divisi heavyweight MMA ONE Championship.

Petarung Kanada tak terkalahkan ini bisa saja mengambil langkah besar menuju impian itu di ONE Fight Night 21: Eersel vs. Nicolas pada Jumat, 5 April, atau Sabtu pagi, 6 April waktu Asia, saat ia menghadapi veteran Australia Duke “The Duke of Canberra” Didier dalam aksi antar dua grappler elite.

Dengan catatan rekor profesional 5-0 dan karisma yang menyamai kemampuannya, Tynan nampak memiliki seluruh perlengkapan yang dibutuhkan untuk mencapai puncak.

Jelang dirinya kembali di jam tayang utama A.S., simak bagaimana pria yang menyebut dirinya terlambat berkembang itu bertumbuh menjadi “Vanilla Thunder” – salah satu seniman bela diri campuran paling menjanjikan dalam divisi heavyweight bela diri campuran.

Pengaruh Awal

Tynan terlahir di Fort McMurray, Kanada, dimana ia bertumbuh besar dengan empat saudaranya.

Terlepas dari musim dingin keras di kota itu, ayahnya “Vanilla Thunder” mampu membujuk istrinya untuk pindah dari sana ke cuaca yang lebih hangat di Hawaii dan mengawali keluarganya.

Mungkin, sebagai indikasi dari mana ia mewarisi pesona itu, Tynan menjelaskan:

“Ayah saya berasal dari Kanada utara. Ibu saya dibesarkan di Hawaii, dan ia bertemu dengannya saat berlibur. Ia adalah turis yang nampak sedikit norak, tetapi ia punya permainan bagus dan meyakinkan pasangannya untuk pindah ke Kanada.”

“Itu cukup mengejutkan, karena Fort McMurray ada di atas sana jauh dari segalanya.”

“Tetapi ya, mereka punya lima anak. Saya adalah yang termuda dari itu semua. Yang paling tampan di antara mereka semua. Tetapi saya mendapatkan beberapa saudara keren, dan kami semua sangat dekat.”

Sayangnya, Tynan kehilangan ayahnya sejak ia masih kecil, tetapi karena ikatan dan hubungan penuh kasih sayang di sekitarnya, ia masih dapat menikmati masa pertumbuhannya.

Namun, ia memang menyebut pengaruh ayahnya sebagai salah satu faktor yang paling menentukan dalam pergerakannya menuju olahraga tarung, beserta pengaruh budaya pop lainnya di saat muda.

Petarung berusia 30 tahun itu berkata:

“Saya selalu suka bertarung. Saya merasa seperti saya dibesarkan untuk pertarungan, itu ada dalam DNA saya. Saya berasal dari banyak petarung. Ayah saya adalah petarung.”

“Ia meninggal saat saya masih kecil. Maka, saya dibesarkan oleh ibu dan kakak-kakak saya. Itu keren karena mereka ada untuk menjadi mentor saya, tapi di saat yang sama, dengan lima anak, kami sangat kasar pada satu sama lain. Itu jelas memperkuat saya juga.”

“Tetapi ya, saya kira ada banyak hal [yang mempengaruhi saya]. ‘Dragonball Z’ adalah salah satunya. Dan, saya banyak menonton gulat profesional saat kecil, ‘Stone Cold’ Steve Austin dan “The Rock,” dan saya dulu selalu seperti, ‘Keren untuk menjadi pegulat profesional!’”

Awal Yang Terlambat Di Atas Matras

Kakak tertua Tynan, Bruce, tujuh tahun lebih tua, menjadi panutan terbesar dan seringkali memicu minat anak terkecil ini dalam berbagai hobi yang berbeda.

Maka, saat keluarga itu pindah ke Seattle, AS, dan Bruce mulai bergulat di sekolah menengah atas, tak terhindarkan bahwa “Vanilla Thunder” akan melakukan hal yang sama.

Ia mengenang:

“Kakak tertua saya itu seperti figur ayah bagi saya. Ia bergulat selama satu tahun di sekolah menengah atas, dan saya seringkali mengikuti jejak langkahnya. Maka, saya memutuskan, ‘Baik, saya akan bergulat juga.’”

“Keluarga saya bukan benar-benar pegulat. Saya datang dari keluarga pelari. Ibu saya meraih posisi runner-up di Negara Bagian untuk lari cepat (sprint). Ia berlari di kampus. Kakak perempuan dan kakak lelaki saya juga. Saya bertumbuh besar dengan berkompetisi di jalur lari seumur hidup saya.”

“Tetapi, saya selalu suka gulat, maka saya tetap bertahan di situ.”

Sebagai pendatang baru dalam gulat dan memiliki berat badan di atas 100 pound, Tynan tak membayangkan masa depan yang serius dalam olahraga ini, tetapi ia membawa kecintaan akan itu.

Kegigihannya terbayar dalam jangka panjang, karena remaja itu berkembang pada saat yang tepat untuk meraih beberapa kesempatan bagus:

“Saya mulai bergulat sedikit terlambat. Kebanyakan pria yang berkompetisi di tingkatan D-1 [sekolah tinggi] beralih ke turnamen gulat sejak mereka dapat berjalan. Saya tidak memulai sampai kelas tujuh (kelas satu sekolah menengah pertama).”

“Saya terlambat berkembang. Saya tidak bertumbuh sepenuhnya sampai saya menjadi junior di SMA (kelas dua), dan itulah saat saya melejit ke lebih dari 183 sentimeter. Dan saat saya menjadi senior, saya bergulat di divisi 182 pound, tetapi saya tidak melihat bahwa segala sesuatunya mulai tersusun.”

“Saya ingat menyelesaikan turnamen negara bagian di Washington pada tahun senior saya.”

“Dan, saya tampil hebat, saya menempati peringkat kelima – saya tidak beraksi sebagus yang saya inginkan, saya ingin memenangkan itu – tapi saya ingat kakak perempuan saya datang, dan ia seperti, ‘Ben, aku rasa seperti kami hanya menemukan langkahmu. Ini sangat hebat.’”

“Beruntung, saya mampu masuk ke tim di sekolah tinggi dan membuktikan diri saya di sana. Tepat saat saya mulai mengakhiri masa SMA, saya mulai mendapatkan lebih banyak kepercayaan diri.”

Terkena Demam MMA

Sementara Tynan masih berada di sekolah menengah atas, disiplin bela diri campuran yang masih berkembang itu menarik perhatiannya.

Ia sangat tertarik saat dirinya melihat para pegulat meraih kesuksesan dalam disiplin menyeluruh ini dan melihat bahwa dirinya juga dapat menggunakan kemampuannya dengan baik.

“Vanilla Thunder” akhirnya mulai mengadaptasikan kemampuannya di sekolah tinggi, dimana dua dari pelatih gulatnya juga menjadi seniman bela diri campuran profesional.

Setelah menyaksikan mereka berlatih dalam dua disiplin, ia mengumpulkan keberanian untuk bertanya apakah ia dapat bergabung, yang mengawali perjalanan baru itu sepenuhnya.

Tynan melihat kembali momen krusial itu:

“Saat saya masih ada di sekolah tinggi, pelatih saya Scott Norton bertarung dalam MMA, dan pelatih saya lainnya Brad Luvaas juga bertarung di MMA. Mereka menjalani laga profesional. Setelah latihan gulat, para pelatih ini akan berlatih striking.”

“Saya teringat datang ke mereka setelah musim pertama saya, dan saya seperti, ’Hei, saya sangat ingin untuk mulai belajar teknik striking dan MMA.’ Scott itu seperti, ‘Baik, Tynan,’ maka, ia mengajar saya dasar-dasarnya.”

“Saya mulai berlatih dengan mereka, dan saya mulai pergi ke sasana MMA, Ring Demon, tepat di area Seattle ini. Itu menyalakan percikan dan membuat saya tertarik untuk bertarung.”

‘Rencana Besar’ Di ONE Championship

Tynan bertransisi ke MMA dengan mulus, dimana ia menjalani laga amatir pertamanya pada 2017 dan meraih catatan rekor sempurna 8-0 sebelum naik ke tingkatan profesional.

Setelah mengawali dengan rekor 4-0 sebagai petarung profesional, “Vanilla Thunder” sedang mencari langkah berikutnya, dan kini berlatih di Elevation Fight Team, Denver, dimana ia ada di kota itu saat ONE menggelar ajang perdananya di A.S., ONE Fight Night 10, pada Mei 2023.

Menonton gelaran tersebut, bintang baru asal Kanada ini mengetahui bahwa ia akan sangat cocok – dan ia pun mendapatkan undangan itu tak lama kemudian:

“Saya selalu suka ONE, dan saya [ada di antara penonton saat] mereka datang ke Denver. Beberapa bulan kemudian, saya dihubungi mereka untuk bertanding.”

“Saya sangat senang dengan bagaimana mereka menjalankan berbagai gelaran mereka dan hanya seluruh energi dari itu semua. Maka, saat saya dihubungi, saya seperti, ‘Ayo lakukan ini.’”

Tynan segera tampil mengesankan di ONE Championship dengan kemenangan submission dalam debutnya atas seorang penantang solid, “Mighty Warrior” Kang Ji Won, dan ia tetap dapat membawa momentum positif itu dengan sebuah kemenangan lainnya.

Hal itu berarti mengatasi pemegang sabuk hitam BJJ dan judo, Didier, pada Sabtu pagi nanti. Dan jika “Vanilla Thunder” dapat kembali mengangkat tangannya, ia merasa siap melawan siapa pun yang dapat tetap mempertahankannya dalam perjalanan menuju puncak itu.

Ia menambahkan:

“Saya punya banyak rencana besar. Saya berencana menjadi Juara Dunia. Saya berencana menjadi salah satu petarung heavyweight terbaik yang pernah melakukan itu. Maka, saya berpikir saya akan melakukannya bersama ONE.”

“Saya ingin tetap menanjak. Saya ingin melewati semua pria itu. Maka, setelah yang satu ini, saya ingin pria terkuat berikutnya yang Anda dapat berikan. Saya ingin menanjak sampai saya meraih sabuk itu.”

Selengkapnya di Fitur

Smilla Sundell Allycia Hellen Rodrigues ONE Fight Night 14 16 scaled
Thongpoon PK Saenchai Timur Chuikov ONE Fight Night 19 61 scaled
Halil Amir Ahmed Mujtaba ONE Fight Night 16 32 scaled
Smilla Sundell Allycia Hellen Rodrigues ONE Fight Night 14 29 scaled
Smilla Sundell Allycia Hellen Rodrigues ONE Fight Night 14 55 scaled
Smilla Sundell Allycia Hellen Rodrigues ONE Fight Night 14 21 scaled
Zakaria El Jamari Ali Saldoev ONE 166 39 scaled
Sinsamut Klinmee Mouhcine Chafi ONE Fight Night 16 64 scaled
Blake Cooper Maurice Abevi ONE Fight Night 14 41 scaled
Constantin Rusu Bogdan Shumarov ONE Fight Night 12 68
Kairat Akhmetov Reece McLaren ONE Fight Night 10 12
WeiRui 1200X800