Mengapa Kazuki Tokudome Abaikan Rencana Pensiun Demi ONE

Kazuki Tokudome IMGL3833

Selama beberapa tahun terakhir, Kazuki Tokudome (18-9-1) dikenal sebagai salah satu seniman bela diri campuran divisi lightweight teratas di Jepang.

Pria berusia 31 tahun asal Tokyo ini dikenal dengan gayanya yang sangat menarik, dimana ia bahkan berjaya sebagai Juara Pancrase Lightweight. Saat ini, setelah kesuksesan luar biasa di tanah kelahirannya, ia pun memulai babak baru bersama ONE Championship dalam divisi featherweight yang sarat atlet berbakat ini.

Petarung Jepang ini sedang bersiap menghadapi laga keduanya pada hari Jumat, 26 Oktober. Ia dijadwalkan menghadapi Emilio “The Honey Badger” Urrutia (11-6) pada ajang ONE: PURSUIT OF GREATNESS di Yangon, Myanmar.

Sebelum ia memasuki Thuwunna Indoor Stadium untuk laga eksplosif ini, mari simak lebih banyak tentang pejuang berbakat ini.

Menemukan Panggilannya Dalam Judo

Kazuki Tokudome IMG_4145

Tokudome lahir dan dibesarkan di Hachioji, sebuah daerah pemukiman di bagian barat Tokyo.

Bertumbuh besar dalam era keemasan K-1 pada tahun 1990an, ia terpana oleh penampilan yang disajikan organisasi kickboxing di negaranya ini. Tetapi, ia tidak pernah bermimpi menjadi seorang seniman bela diri profesional dan menekuni sepak bola.

“Saya bermain sepak bola semasa saya masih bertumbuh, namun saya tidak pernah sebagus itu,” katanya. “Saat saya berada pada tahun terakhir sekolah menengah pertama, saya memutuskan itu cukup.”

Dengan berakhirnya mimpi untuk menjalani karier dalam olahraga itu, orang tua Tokudome mengarahkannya pada dojo terdekat yang menawarkan kelas-kelas judo. Ia juga didorong oleh beberapa temannya yang berlatih bela diri, dimana ia segera jatuh cinta pada disiplin itu.

“Saya bersenang-senang dalam latihan judo, dan bahkan setelah satu tahun berlatih, saya mencapai perkembangan substansial,” tambahnya.

Tokudome segera bergabung dengan tim judo di sekolah menengah atas, dimana ia cukup berbakat untuk berlaga dalam turnamen tingkat prefektur dan nasional.

Ditakdirkan Untuk Berlaga

Setelah ia lulus, Tokudome masuk ke sekolah chiropractic. Dengan keinginan untuk meraih pekerjaan tetap, hari-hari dimana ia berkutat dan bergulat dengan gi nampak semakin jauh ditinggalkan.

Seorang teman akhirnya memperkenalkannya pada Kiguchi Dojo, sebuah sasana yang memiliki spesialisasi untuk gulat amatir dan submission grappling yang membawa nama besar mantan Juara PRIDE Lightweight, Takanori Gomi, sebagai alumninya.

Tokudome mulai berlatih di sana, pada masa kejayaan bela diri campuran di pertengahan era 2000an. Sebagai hasilnya, ia menemukan dirinya terjun langsung ke dalam olahraga ini.

Tetapi, segera setelah itu, ia meninggalkan sasana saat fokusnya beralih untuk mendapatkan lisensi nasional dalam bidang chiropractic. Ia menemukan bahwa perjalanan ke Kiguchi cukup menyita waktu, dan sebagai hasilnya, seni bela diri campuran kembali terdorong ke belakang.

Disiplin bela diri itu hanya kembali masuk ke dalam kehidupan Tokudome saat seorang teman memperkenalkannya pada sebuah sasana di dekat rumahnya – Paraestra Hachioji.

Setelah ia melanjutkan latihannya, ia mencetak debut profesionalnya pada bulan November 2007 dan dalam lima tahun setelah itu, ia meraih rekor impresif 11-3-1, kebanyakan dalam organisasi Pancrase.

Tokudome menjadi sangat dikenal atas ketahanannya yang luar biasa, serta tangan kiri yang sangat kuat yang membantunya meraih setengah dari 18 kemenangan dalam kariernya melalui KO.

Kebangkitan Dan Kejatuhan

Tokudome berlanjut mengembangkan diri dan meraih pengalaman di Amerika Utara, namun ia kembali ke dalam skena Jepang dengan tujuan meraih emas.

Saat ia kembali ke Pancrase pada tahun 2015, ia meraih dua kemenangan sebelum menghadapi Satoru Kitaoka demi gelar divisi lightweight dalam organisasi bulan November itu. Setelah pertukarang serangan yang sengit, ia mencetak KO atas spesialis submission berbahaya itu untuk merebut sabuk yang dahulu sempat gagal diraihnya.

Tetapi kejayaan warga asli Tokyo ini tak berlangsung lama. Ia terpaksa melepaskan gelar tersebut pada bulan September 2016, dan walau ia meraih laga ulang satu tahun kemudian, ia gagal meraih kemenangan.

Setelah kekalahan kedua itu, mental dari mantan juara itu pun rontok. Pada saat itu, ia mempertimbangkan untuk pensiun.

“Terlalu banyak yang saya pikul saat laga kedua itu,” katanya.

“Saya memutuskan bahwa berjaya sebagai juara tak terbantahkan di Pancrase akan memastikan masa depan saya dalam olahraga ini. Saat tujuan itu pupus, masa depan saya dalam olahraga ini hilang.”

Babak Yang Baru

Narantungalag Jadambaa IMGL3991.jpg

Hanya beberapa bulan setelah kegagalannya merebut gelar Kejuaraan Pancrase Lightweight, ia bertemu dengan Craig Jones, Gregor Gracie dan para anggota lain dalam Team Polaris, yang berkunjung ke Jepang untuk berlaga dalam kompetisi grappling.

Sesi sparing bersama Jones ternyata menjadi sebuah pengalaman yang menyegarkan, dimana itu membakar semangat kompetitif yang baru dalam diri Tokudome.

“Saya melakukan ‘roll’ bersama Craig Jones saat latihan, dan demi Tuhan, ia sangat bagus dan saya bukanlah tandingannya,” akunya. “Pengalaman itu membuat saya ingin berkompetisi grappling.”

Tokudome melanjutkan latihannya dan berpartisipasi dalam sebuah turnamen grappling. Kesuksesannya membakar kembali semangat juangnya dan mendorongnya kembali ke dalam arena.

“Turnamen ini memiliki lingkungan yang sangat menyenangkan dan berorientasi pada tim, dimana saya adalah satu-satunya yang nampak sangat serius dan terfokus untuk menang,” jelasnya. “Itu cukup lucu, namun saya menyadari bahwa yang saya butuhkan adalah tantangan dari kompetisi dengan pertaruhan besar, menang atau mati.”

Dua bulan kemudian, pejuang Jepang ini membuka babak baru dalam perjalanannya di dunia bela diri campuran bersama organisasi yang menawarkan apa yang ia inginkan.

“Saya memilih untuk berkompetisi di ONE Championship, yang terutama, karena saya ingin berlaga bagi seseorang seperti [ONE Chairman and CEO] Chatri Sityodtong, yang benar-benar menghargai para atletnya,” ia berkata.

“Serta, ONE Championship sangat luar biasa dalam hal kesempatan untuk melawan kompetitor tingkat atas.”

“Jika saya akan berkompetisi lagi, saya ingin berkompetisi di sebuah organisasi yang memiliki petarung tingkat tinggi. Ada kesempatan bahwa saya akan babak belur, namun dengan berkompetisi bersama bibit terbaik, saya akan mengetahui [ketika] saya selesai dengan bela diri campuran bahwa saya telah memberi segala sesuatu yang saya miliki.”

Selengkapnya di Fitur

Constantin Rusu Bogdan Shumarov ONE Fight Night 12 68
Kairat Akhmetov Reece McLaren ONE Fight Night 10 12
WeiRui 1200X800
Regian Eersel Alexis Nicolas ONE Fight Night 21 12
Natalia Diachkova Chellina Chirino ONE Friday Fights 55 14
Sean Climaco
Nanami Ichikawa
Hu Yong Woo Sung Hoon ONE Fight Night 11 50
WeiRui 1200X800
Smilla Sundell Allycia Hellen Rodrigues ONE Fight Night 14 20 scaled
Halil Amir Ahmed Mujtaba ONE Fight Night 16 38 scaled
MurHawkSlater 1200X800