‘Hidup Sempat Terasa Berat’ – Perjalanan Rungrawee Dari Kebun Singkong Menuju Panggung Dunia
Sebelum dikenal dengan julukan “Legatron” karena tendangan gledeknya, Rungrawee Sitsongpeenong tumbuh dan besar di provinsi Ubon Ratchathani di Thailand, tempatnya bekerja di sawah dan kebun singkong untuk membantu orang tuanya.
Masa kecil yang sulit itu tak hanya membuatnya tangguh, tetapi juga membuatnya punya mimpi besar.
Pada Sabtu ini, 2 Agustus, atlet 29 tahun ini akan berhadapan dengan jagoan Denmark dan Maroko Youssef Assouik dalam laga lightweight Muay Thai krusial dalam ajang ONE Fight Night 34: Eersel vs. Jarvis, yang tayang live pada jam primetime Amerika dari arena bersejarah Lumpinee Stadium di Bangkok.
Seiring dengan laga yang semakin dekat, “Legatron” mengenang kembali tantangan yang telah membentuk masa kecilnya serta membawanya pada jalur kejayaan dalam Muay Thai.
Ia mengenang:
“Kami empat bersaudara, dan saya anak ketiga. Hidup sempat terasa berat bagi saya. Saya bekerja di kebun, bercocok tanam, dan memanen singkong bersama orang tua saya.
“Sedikit sulit, tapi melihat lelahnya orang tua memotivasi saya. Jadi saya berusaha untuk membantu mereka dengan apa yang saya punya di rumah – membantu di taman, kebun, sawah, semuanya. Pokoknya seperti anak lain pada umumnya saat itu.”
Meski dengan segenap hati membantu orang tua, ia tahu kontribusinya tidaklah seberapa. Ia mulai berpikir tentang jalan lain untuk membantu meringankan beban keluarga.
Bahkan saat masih berusia muda, ia mulai mencari cara agar usahanya bisa lebih dari sekadar menghasilkan uang jajan.
Ketika menginjak usia 8 tahun, Rungrawee mengikuti kakak-kakaknya berlatih di sebuah sasana Muay Thai lokal. Awalnya ia hanya berniat seru-seruan, tapi lama kelamaan, ia mulai jatuh hati.
Rungrawee berucap:
“Perjalanan saya dalam Muay Thai dimulai ketika saya melihat kakak-kakak saya berlatih. Jadi saya meminta untuk berlatih bersama mereka hanya agar saya punya kegiatan.
“Awalnya, saya tidak begitu menyukainya, tapi semakin saya berlatih, kecintaan saya semakin tumbuh.”
Tak lama berselang, ia melakoni debut dalam kompetisi di sebuah kuil dan membawa pulang 150 Baht, atau sekitar Rp60 ribu.
Namun dari kejuaraan antar kampung itu, Rungrawee bisa menembus pentas nasional. Setelah bertarung dalam kancah provinsi, ia berhasil menjuarai turnamen Isuzu Cup pada 2015 – sebuah kemenangan vital yang menempatkan namanya sebagai salah satu nak muay potensial dari negaranya.
Ia mengenang:
“Melihat perjuangan orang tua benar-benar mendorong saya untuk memulai Muay Thai. Saya ingin memiliki kehidupan yang lebih baik, sedikit demi sedikit, hingga saat ini.”
Rungrawee Bertarung Demi Keluarga Di ONE Fight Night 34
Di ONE Fight Night 34, pengalaman dan serangan khas milik Rungrawee Sitsongpeenong akan diuji oleh kemahiran Youssef Assouik, seorang Juara Eropa yang memiliki gaya tanding dinamis dan penuh tekanan.
Dengan adanya peluang menjadi penantang Gelar Juara Dunia ONE Lightweight Muay Thai berikutnya, setiap momen yang terjadi di arena sakral Lumpinee pada Sabtu nanti bisa mengubah peta persaingan di divisi ini. Bagi Rungrawee, ini juga menjadi kesempatan untuk kembali ke performa terbaik yang sempat membuat namanya jadi salah satu yang ditakuti di divisinya.
Petualangannya di organisasi seni bela diri terbesar di dunia dimulai dalam ajang ONE Friday Fights 3 saat ia mengungguli Mustafa Al-Tekreeti dalam debutnya. Dari situ, ia lanjut mengalahkan Vladimir Gabov, Nauzet Trujillo, Shakir Al-Tekreeti, dan Bogdan Shumarov, yang semakin memantapkan namanya sebagai salah satu striker berbahaya kelas dunia.
Momentumnya sedikit terhenti akibat kekalahan dari George “G-Unit” Jarvis di ONE Friday Fights 85 pada November lalu, sebuah kekalahan menyakitkan yang bisa meruntuhkan banyak petarung.
Bagi Rungrawee, hasil minor itu justru membuatnya semakin terfokus untuk meraih gelar paling bergengsi dalam olahraga ini, seperti yang diraih oleh Juara Dunia ONE Flyweight Kickboxing Superlek “The Kicking Machine” Kiatmoo9, raja ONE featherweight Muay Thai Tawanchai PK Saenchai, dan mantan pemilik sabuk emas ONE flyweight Muay Thai Rodtang “The Iron Man” Jitmuangnon.
Bagi Rungrawee, mereka adalah pahlawan olahraga Thailand yang telah menginspirasinya:
“Saya mengagumi Rodtang, Superlek, Tawanchai, dan bagaimana mereka bisa menjadi terkenal di seluruh dunia. Mereka bisa mengumpulkan banyak uang dan meraih bonus.
“Saya bangga bisa berkompetisi di ONE.”
Kembali bertanding di Lumpinee Stadium bukan hanya sekadar berlaga. Baginya, ini adalah tempatnya menunjukkan pada dunia bahwa ia tetap layak berada di papan atas demi terus mengejar mimpi yang ia mulai di Ubon.
Meski laga pada Sabtu nanti bisa berdampak besar pada aspirasinya menjadi Juara Dunia, duel ini juga menjadi momen baginya untuk mewakili orang-orang yang telah membesarkan, percaya padanya, dan terus menginspirasi dalam setiap langkah perjuangannya.
Bintang asal sasana Sitsongpeenong ini mengatakan:
“Saya bertarung demi keluarga saya, dan asal usul saya. Setiap kali berlaga di [ONE Championship], saya selalu membawa nama Ubon bersama saya.”